-->

Penolakan terhadap Imunisasi Bukan Berarti Kami Egois

Imunisasi Haram atau HalalImunisasi atau lebih tepatnya kita sebut saja vaksinasi, baru-baru ini tengah menjadi program nasional pemerintah. Program nasional yang dimotori oleh Kementerian Kesehatan RI ini dalam rangka untuk meningkatkan kekebalan tubuh penduduk Indonesia dari penyakit. Ada 3 vaksinasi yang diupayakan, diantaranya vaksinasi Measles Rubella, vaksin Pneumococcus, dan vaksin Human papillomavirus (HPV) untuk mencegah kanker serviks.

Ilustasi Imunisasi (alodokter.com)

Ketika ada pro dan kontra pada kebijakan yang dibuat pemerintah, tentunya itu adalah suatu hal yang amat sangat wajar. Seperti penolakan yang terjadi pada 8 Sekolah di DIY yang Tolak Imunisasi karena Dianggap Haram. Akan tetapi jika ada intimidasi dari pihak-pihak tertentu pada mereka yang kontra dengan program ini, apakah hal ini dibenarkan ? Jawaban setiap individu mungkin berbeda mengingat pemahaman, ilmu, dan prinsip setiap orang berbeda-beda.

Meski pemerintah tidak secara langsung mengecam sekolah-sekolah yang menolak imunisasi, tapi dengan 'memaksakan' hukum vaksinasi menjadi halal padahal dari Majelis Ulama' Indonesia sendiri masih belum bisa memberikan sertifikasi halal, apakah ini juga dibenarkan ?
"Halal, halal, halal. Halal, masa iya kita mau kasih ke masyarakat yang nggak halal. Insya Allah halal," ujar Kepala Dinas Kesehatan DIY Pembajun Setyaningastutie saat dihubungi wartawan, Jumat (28/7/2017). Selengkapnya baca di : 8 Sekolah Tolak Imunisasi, Dinkes DIY Yakinkan Vaksin MR Halal.
Perlu Anda ketahui, bahwa hanya ada 22 obat-obatan dari 18 ribu obat-obatan di Indonesia yang dinyatakan halal dari MUI (baca informasinya di sini: Ini Dia 22 Daftar Obat Halal Sertifikasi MUI). Obat-obatan yang belum dinyatakan halal oleh MUI ini memang difatwakan boleh dikonsumsi karena memang kondisi darurat. Ingat ya, hanya dinyatakan 'boleh' bukan halal dan dianjurkan hanya dikonsumsi ketika darurat saja.

Presiden Jokowi menyatakan imunisasi measles rubella (MR) mubah atau boleh dilakukan agar anak-anak bisa terhindar dari campak dan rubella. Sekretaris Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Asrorun Ni'am Sholeh menyebut pihaknya belum menerima ajuan sertifikasi halal untuk vaksin itu. Selengkapnya : Soal Imunisasi Rubella, MUI: Belum Ada Ajuan Sertifikasi Halal

Disclaimer : Maaf sebelumnya ini hanya pendapat saya pribadi, jika ada hal-hal yang salah, sepenuhnya kesalahan saya pribadi. Dan saya juga masih perlu banyak belajar, jadi jika ada saran atau masukan selama itu memang benar, InsyaAllah saya juga tidak akan fanatik pada pendapat saya ini.

Seseorang yang menolak untuk melakukan vaksinasi, entah itu untuk dirinya sendiri ataupun untuk anaknya, bukan berarti ia egois. Egois karena dengan tidak mau divaksinasi kemungkinan untuk terkena penyakit MR, Campak, ataupun Kanker Serviks menjadi "lebih besar". Dalam perkara yang 'mungkin terjadi', maka hal yang akan terjadi adalah iya dan tidak. Nah, orang-orang yang menolak untuk vaksinasi menganggap bahwa situasi ini bukanlah situasi darurat yang mengharuskan mereka untuk bersedia divaksinasi. Karena mereka masih punya banyak alternatif pencegahan agar tidak terkena penyakit itu, diantaranya yaitu mengikuti aturan pola hidup sehat dan konsumsi suplemen-suplemen sunnah sesuai petunjuk kenabian dan Al-Quran, seperti: madu, habbatussauda, zaitun, dll.

Vaksinasi sejatinya adalah untuk meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit. Inilah makna imunisasi sebenarnya, yaitu meningkatkan kekebalan tubuh dari penyakit. Jadi imunisasi itu tidak selalu harus vaksinasi, pola hidup sehat dan konsumsi makanan-makanan yang bermanfaat untuk meningkatkan kekebalan tubuh juga merupakan imunisasi. 

Tetapi, imunisasi dengan cara itu apa lebih baik dan lebih ampuh dari vaksinasi ?

Allahu a'lam, karena sakit itu Allah yang berikan. Saya tidak akan mengatakan mana yang lebih ampuh, akan tetapi jika dipandang dari segi kehalalan, cara tersebut menurut saya lebih baik/thayyib untuk seseorang.

Terus kalau sampai suatu hari karena kengeyelan mereka tidak mau divaksinasi, kemudian terkena penyakit tadi, kalau ujung-ujungnya meninggal dan tidak menular sih ya yang rugi cuma keluarganya. Tapi kalau sampai menulari yang lain yang sudah divaksinasi, terus siapa yang bertanggungjawab ?

Nah, bukannya sudah divaksinasi ? Kenapa kok masih takut terkena penyakit itu ? Lagi pula, mereka yang menolak vaksinasi juga sudah belajar banyak tentang imunisasi yang thayyib. InsyaAllah mereka yakin dengan keputusan yang dipilihnya. Kalaupun nanti negara dirugikan karena kengeyelan penduduknya yang menolak vaksinasi karena dianggap tidak becus dalam memberikan jaminan kesehatan untuk warganya. InsyaAllah, bismillah, sepertinya hingga saat ini belum ada kasus nyata mereka yang ngeyel terkena penyakit tadi. Saya cuma pernah membaca kisah dramatis akibat kengeyelan seperti ini, dan ternyata itu cuma karangan.

Kesimpulannya, mereka yang tidak mau divaksinasi bukan berarti mereka membiarkan dirinya berpotensi untuk terkena penyakit berbahaya. Akan tetapi mereka punya jalan sendiri untuk meningkatkan kekebalan tubuhnya. Tujuannya sama, hanya caranya saja yang berbeda.

Mari kita jaga keutuhan NKRI dengan saling memahami dan menghargai perbedaan pendapat setiap warga.

Sebagai salah satu orang yang kontra pada program vaksinasi, Saya juga masih belum mampu untuk meng-imunisasi anak Saya dengan cara yang halalan thayyiban karena memang imunisasi seperti ini butuh biaya rutin yang cukup besar. Tapi saya sudah berjanji pada diri saya sendiri bahwa jika satu saat Saya sudah mampu untuk meng-imunisasi dengan cara yang halal dan thayyib, insyaAllah akan Saya lakukan.

Barakallahu fiikum...

Blitar, 16 September 2017
Fuad Tadashi